Tiga Perempuan Somasi Gubernur Jatim soal Sampah Popok di Brantas

Jumat, 3 November 2017 | 17:50 WIB
0
564
Tiga Perempuan Somasi Gubernur Jatim soal Sampah Popok di Brantas

Prihatin sungai menjadi tempat timbunan sampah popok bayi, tiga perempuan menyomasi Gubernur Jawa Timur Soekarwo atas pembiaran pembuangan sampah popok di Kali Brantas. Tiga perempuan ini menganggap, pembiaran  harus dihentikan dan gubernur wajib bertanggungjawab untuk membersihkannya.

Tumpukan sampah popok bayi itu terdapat di sepanjang Sungai (Kali) Brantas yang mengalir di wilayah Jatim. Somasi diserahkan pada akhir Oktober 2017. Somasi terkait keprihatinan mereka atas pencemaran sungai dan pantai oleh sampah popok.

Somasi dilayangkan oleh konsultan lingkungan hidup Riska Darmawanti Subarja, ibu rumah tangga Mega Mayang Kencana, dan dosen teknik lingkungan hidup Daru Setyo Rini. Somasi itu diberikan melalui sekretariat kantor Gubernur Jatim di Surabaya.

Dasar pertimbangan somasi itu, kata Riska, adalah adanya dugaan pelanggaran UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu, UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

“Lingkungan hidup yang baik adalah hak setiap orang, termasuk warga Jatim,” ungkap Mega. Mereka meminta Gubernur Soekarwo membersihkan sungai Brantas dari sampah popok bayi. Menurut Mega, pemakaian popok sekali pakai adalah pemborosan!

“Lebih ekonomis gunakan popok kain (cloth diapers). Bayi saya pakai cloth diapers hingga dua tahun biaya tidak lebih Rp 1,5 juta, ibu-ibu lain yang gunakan popok sekali pakai bisa habis Rp 12 juta,” lanjut ibu rumah tangga di Krian, Sidoarjo, ini.

Selain pemborosan, bekas popok yang dibuang di sungai sungguh memprihatinkan. “Pemerintah harus kendalikan pemakaian popok sekali pakai itu dan bertanggungjawab untuk tangani sampah popok,” Mega menambahkan.

Menurut Riska Darmawanti, setiap hari estimasinya ada 1,5 juta bekas popok bayi yang dibuang ke Kali Brantas dan Kali Surabaya. Keberadaan popok di sungai akan mengkontaminasi air baku PDAM karena popok bayi dibuat dari bahan plastik, Absorben gel, Phtalat, Senyawa Dioxin dan senyawa lain yang termasuk dalam Senyawa Pengganggu Hormon.

Dampaknya 25 persen ikan di Hilir Brantas ditemukan alami intersex atau dalam satu tubuh ikan ditemukan dua kelamin. Padahal, kata Riska, saat ini Brantas bebas dibuangi popok. “Pemerintah harus bertanggungjawab dan bersihkan Brantas dari sampah popok,” kata Konsultan Lingkungan Hidup Malang ini.

Sampah popok bayi itu dalam UU 18 Tahun 2008 termasuk residu sampah maka pengelolaannya harus sanitary landfill, namun faktanya lemahnya penegakan hukum dan koordinasi antar instansi pengelola lingkungan membuat masyarakat bebas membuang sampah popok ke badan air.

Daru Setyorini, Dosen Teknologi Lingkungan, meminta pemerintah juga harus mendorong produsen popok bayi untuk terlibat kelola sampah popok bayi.

“Pemerintah Provinsi Jatim harus bisa mengkoordinasikan pemkab/pemkot yang dilewati Kali Brantas sehingga tidak ada pembiaran terhadap perilaku masyarakat yang menjadikan sungai menjadi tempat buang sampah popok bayi,” ujar Daru kepada PepNews.com.

September lalu, Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON) melakukan pembersihan sampah di 9 wilayah (kota/kabupaten) yang dilalui Kali Brantas, mulai dari Malang (Kota/Kabupaten), hingga Sidoarjo dan Surabaya.

Hasilnya, dari 9 kota/kabupaten yang dilalui Brantas, sampah popok menjadi pemandangan lumrah yang mudah dijumpai, terutama di jembatan-jembatan yang menyeberangi Brantas, bahkan di Jembatan Muharto Malang 80 persen sampah di kaki jembatan adalah plastik.

“Padahal, pada umumnya 42 persen plastik dan 37 persen popok,” ujar Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi. Wilayah itu adalah Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Kota Mojokerto,  Jombang, Kota Malang, Batu, Kota kediri, dan Kabupaten Pasuruan (di Bangil).

Timbunan popok ini diabaikan karena Pemkot/Pemkab merasa tak berwenang melakukan pembersihan popok di Brantas, sebab sungai sepanjang 330 km ini adalah sungai strategis nasional yang pengelolaannya kewenangan Pemerintah Pusat (KLHK dan PUPR).

“Ecoton kemudian membentuk Brigade Evakuasi Popok untuk turun tangan membersihkan dan memungut popok yang secara estetika mengganggu pemandangan di Brantas,” lanjut Prigi Arisandi.

Brigade Evakuasi Popok menilai, Pemerintah Pusat mengabaikan Pengelolaan Brantas dan membiarkan Sungai Terpanjang di Jawa Timur ini dijadikan Tempat Pembuangan Popok Bekas bayi oleh Masyarakat.

Brigade Evakuasi Popok menilai Pemerintah Pusat tidak melaksanakan pengelolaan sampah seperti amanat UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah. “Negara abai dan Negara tidak mampu atasi teror sampah popok bekas di Kali Brantas,” tegas Prigi Arisandi.

Jembatan favorit

Atas temuan itu, Ecoton mengirimkan pengaduan kepada KLHK untuk melakukan evakuasi popok yang mengambang dan tertimbun di sepanjang Brantas hingga Oktober 2017. Berikut ini adalah hasil temuan Ecoton tersebut di Kota Kediri.

Pertama, jembatan menjadi tempat favorit buang popok; Kedua, sampah di jembatan didominasi 60 persen plastik dan 35 persen popok bayi, sisanya organik seperti daun, bangkai, dan dahan ranting; Ketiga, jenis popok didominasi popok bayi 90 persen, sisanya popok dewasa dan pembalut wanita.

Keempat, jembatan yang paling jorok adalah jembatan samping Taman Makan Pahlawan Jl. PK Bangsa, jembatan samping MAN dekat stadion, kemudian ketiga jembatan brantas dekat alun alun;

Kelima, selain pemasangan plakat larangan buang sampah di sungai, Pemkot Kediri perlu menggalakkan OTT buang sampah popok bayi;

Keenam, DLH perlu infrastruktur khusus penanganan sampah popok dengan menyediakan drop box dan sarana sanitary landfill untuk tangani sampah popok karena di UU Pengelolaan Sampah Nomor 18/2008, Popok adalah Residu Sampah yang tidak bisa didaur ulang dan harus dibuang ke TPA;

Ketujuh, mendesakkan peran Dinas Kesehatan Pemkot Kediri untuk edukasi bahaya Pemakaian popok sekali pakai terhadap kesehatan bayi dan dampak buruk sanitasi dan kontaminasi air bersih, kandungan plastik dan senyawa kimia dalam popok bayi selain mengganggu hormon ikan juga berdampak karsinogen pada PDAM yang menggunakan air Brantas sebagai bahan baku air minum;

Kedelapan, Dinas Kesehatan harus melatih kader Posyandu dan bidan sebagai ujung tombak promosi pemakaian popok kain, selain aman bagi bayi, juga ekonomis. Sudah saatnya menggerakkan Puskesmas dan kader lingkungan untuk membebaskan Kediri dari ancaman bahaya popok bayi.

***