Kabupaten Sumenep Pernah Dipimpin 35 Raja dan 15 Bupati

Selasa, 31 Oktober 2017 | 12:23 WIB
0
669
Kabupaten Sumenep Pernah Dipimpin 35 Raja dan 15 Bupati

Minggu, 29 Oktober 2017, momentum bersejarah Pawai Budaya dan Prosesi Aria Wiraraja memperingati rangkaian hari jadi spektakuler Kabupaten Sumenep ke-748. Digelar di depan Masjid Jami Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur.

Acara dihadiri Bupati A Busyro Karim dan Wakil Bupati Sumenep Achmad Fauzi, Forpimka, Deputi Bidang Pemasaran Wisata Nusantara Republik Indonesia Esthi Reko Astuti, Ketua Forum Keraton Nusantara Sultan Sepuh IV Cirebon, Duta besar Amerika Serikat, seluruh SKPD, dan Camat se-Kabupaten Sumenep.

Bupati Sumenep yang akrab dipanggil Abuya Karim dalam menyebut, Kabupaten Sumenep yang telah berusia 748 tahun itu, tak lepas dari peristiwa pada 748 tahun silam pada momen diangkatnya Aria Wiraraja menjadi adipati pertama Kabupaten Sumenep pada 31 Oktober 1269.

“Sejak tahun 1269, Sumenep masih berdiri dengan bentuk kerajaan. Namun pada tahun 1929, berubah menjadi Kabupaten sampai saat ini,” ujar Abuya Karim. Ia menceritakan, Kabupaten Sumenep pernah dipimpin oleh 35 Raja dan 15 Bupati.

Menurutnya, peran Kabupaten Sumenep dalam mendukung NKRI tidak bisa diragukan lagi. “Sejarah kebesaran bangsa Indonesia, salah satunya karena berdirinya Kerajaan Majapahit dan tokoh penting di balik berdiri Kerajaan Majapahit adalah Adipati pertama Sumenep Aria Wiraraja,” tegas Abuya Karim.

Ia mengatakan, pentingnya acara pawai budaya ini, untuk meneladani sekaligus meneruskan jejak-jejak langkah para pendahulu Kabupatean Sumenep. “Sejarah sumenep penuh nilai religius, karakter, dan kemajuan. Sejarah ini patut dikenang. Sebab barang siapa yang tidak mengetahui sejarah daerah bagaimana mungkin bisa ikut membangun daerahnya,” katanya.

Namun, pawai budaya ini juga bagian dari komitmen untuk melestarikan budaya Sumenep dari beragam budaya yang luar biasa. Sejarah, budaya, dan tradisi terbukti mampu mengikat satu bangsa dan daerah tetap dalam kesatuan kebersamaan.

”Tanpa membangun kebudayaan, sebuah bangsa akan kehilangan spirit dan ruh kehidupan masyarakatnya. Contoh kongkritnya seperti Korea Selatan bisa mampu membangun produk- produk industri dan kreatif dengan bangun budaya sebagai landasan dalam sendi kehidupan,” ungkap Abuya Karim.

Peran Aria Wiraraja

Dakwah Islam di Tanah Jawa, sejatinya telah ada ratusan tahun sebelum masa Wali Songo. Di wilayah Lumajang, Jawa Timur, sekitar abad 12-13 Masehi, dikenal sosok Penyebar Islam yang terkemuka, yaitu Syeikh Abdurrohman Assyaibani.

Syeikh Abdurrohman merupakan cucu dari sepupu Imam Ahmad bin Hambal, dan sekaligus juga menantu keluarga dinasti Kerajaan Lumajang. Pada abad ke-13, di Jawa telah berdiri Kerajaan Islam, tepatnya di daerah Lumajang.

Fakta ini sekaligus membantah bahwasannya Kesultanan Demak yang berdiri pada abad ke-15, sebagai Kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Pendiri Kerajaan Islam Lumajang atau Lamajang Tigang Juru adalah sosok yang dikenal sebagai mitra Raden Wijaya (Pendiri Kerajaan Majapahit), yakni Aria Wiraraja.

Klan Pinatih di Bali percaya bahwa leluhur mereka Aria Wiraraja adalah seorang Muslim. Hal ini terbukti dengan keberadaan makam leluhurnya itu di dusun Biting (Benteng), Desa Kutorenon, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Lumajang.

Aria Wiraraja adalah kerabat Kerajaan Singasari, ibunya bernama Nararya Kirana merupakan puteri Penguasa Singasari Prabu Seminingrat Wisynuwarddhana. Sekitar 1269, Aria Wiraraja sempat menjabat sebagai Rakryan Demung Singasari, kemudian diangkat menjadi Adipati Sumenep, Madura.

Ketika menjadi Adipati Sumenep, Aria Wiraraja ikut membantu Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit. Atas jasanya itu pada tahun 1296, ia mendapat hak menjadi penguasa di daerah sekitar Lumajang, Probolinggo hingga ke timur sampai Banyuwangi.

Kedekatan keluarga Penguasa Lumajang, dengan para ulama Islam terbilang sangat dekat. Hal ini terbukti salah seorang bibi dari Penguasa Lumajang, Aria Menak Koncar (Pengganti Aria Wiraraja) yang bernama Roro Wulandari menikah dengan  Syeikh Abdurrohman Assyaibani.

Pada Raja yang ke-5 Aria Tepasana, kedua puterinya menikah dengan keluarga Wali Songo. Puterinya bernama Nyimas Ayu Tepasari diperisteri oleh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunungjati), sementara puterinya yang lain, Nyimas Ayu Waruju diperisteri Raden Mahmud Pangeran Sapanjang putera Raden Ali Rahmat (Sunan Ampel).

Aria Wiraraja dulu dikenal sebagai Banyak Wide, seorang tokoh pemimpin pada abad ke-13 Masehi di Jawa dan Madura. Dalam sejarah, ia dikenal sebagai pengatur siasat kejatuhan Kerajaan Singhasari, Kertanegara, serta bangkitnya Raden Wijaya dalam usaha penaklukan Kadiri tahun 1293 dan pendirian Kerajaan Majapahit.

Menurut Babad Pararaton, Banyak Wide, secara etimologis yaitu, “Banyak” biasanya adalah nama yang disandang kaum Brahmana, sedangkan “Wide” yang berarti “Widya” yang berarti pengetahuan.

Jadi, nama banyak wide sendiri berarti brahmana yang punya banyak pengetahuan (cerdik). Hal ini kemudian sesuai dengan perjalanan kariernya kemudian. Tentang kelahiran Banyak wide, Babad Pararaton menyebutkan, beberapa keterangan yang penting.

Ada 3 versi tentang kelahiran Aria Wiraraja. Pertama, versi dari penulis Sumenep bahwa ia dilahirkan di Desa Karang Nangkan, Kecamatan Ruberu, Kabupaten Sumenep. Kedua, versi tradisional Bali, menurut “Babad Manik Angkeran”, ia dilahirkan di Desa Besakih, Rendang, Karangasem, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali.

Ketiga, menurut Mansur Hidayat, seorang penulis sejarah Lumajang bahwa ia dilahirkan di Dusun Nangkaan, Desa Ranu Pakis, Kecamatan Klakah, Kabupaen Lumajang. Hal ini berdasarkan analisanya di mana Pararaton tentang pemindahan Aria Wiraraja ke Sumenep dalam rangka dinohken yang berarti dijauhkan, sehingga dimungkinkan ia bukan berasal dari Madura.

Kelahiran Arya Wiraraja di wilayah Lumajang (Lamajang) juga dideduksi berdasarkan pemindahan kerajaannya dari Sumenep ke Lamajang pada tahun 1292-1294 Masehi. Sebagai seorang politisi ulung, nampaknya ia sudah mengenal betul daerah Lamajang.

Demikian pula di sekitar Dusun Nangkaan ini terdapat sebuah situs besar yang pernah digali tim Balai Arkeologi Yogyakarta pada 2007, yang situs ini dimungkinkan adalah pemukiman dengan komplek peribadatannya.

Tentang kelahirannya tokoh ini diperkirakan lahir pada 1232 Masehi karena dalam “Babad Pararaton” dinyatakan ketika terjadi ekpedisi Pamalayu, ia berusia sekitar 43 tahun dan menjadi Adipati Sumenep pada usia 37 tahun.

Dalam perjalanan politik selanjutnya, nama Banyak Wide atau Aria Wiraraja lebih mencuat dalam sejarah politik di Kerajaan Singhasari. Sayangnya, Pemkab Sumenep tampaknya hari-hari ini kurang memperhatikan nasib makam Aria Wiraraja itu.

***