Figur Birokrat, Pendamping Ideal Khofifah Dibanding Politisi

Rabu, 18 Oktober 2017 | 14:48 WIB
0
348
Figur Birokrat, Pendamping Ideal Khofifah Dibanding Politisi

Akhirnya, “anak yang hilang” bernama Syaifullah Yusuf alias Gus Ipul itu ditetapkan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sebagai bakal calon gubernur bersama Abdullah Azwar Anas sebagai bakal calon wakil gubernur Jawa Timur 2018.

Gus Ipul sudah ditemukan kembali oleh Megawati atas titah pamannya, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, yang menitipkannya kepada Megawati. Pada Minggu, 15 Oktober 2017, “anak yang hilang” ini siap maju dalam gelaran Pilkada Jatim mendatang.

Sebelumnya, pada 5 Oktober 2017 Gus Ipul telah ditetapkan oleh PKB sebagai bacagub Jatim 2018. Untuk posisi cawagubnya dipilihlah Abdullah Azwar Anas yang kini menjabat Bupati Banyuwangi. Anas “mewakili” PDIP sebagai pendamping Gus Ipul.

Sampai sejauh ini, langkah Gus Ipul sebagai bacagub untuk menuju Kursi L-1 cukup aman. Begitu pula halnya dengan Anas, meski pada akhirnya nanti harus melepas jabatan sebagai  Bupati Banyuwangi yang baru 2 tahun dijalaninya untuk periode kedua.

Setidaknya, pasangan Gus Ipul – Anas tak perlu lagi “kucing-kucingan” seperti saat Pilkada Jatim 2013, mencoba kasak-kusuk untuk “lepas” dari Soekarwo yang waktu itu siap gandeng Zainuddin Amali, Ketua DPD Golkar Jatim, jika Gus Ipul maju sendiri.

Ah, sudahlah, itu kan cerita lawas yang tak perlu diungkit-ungkit kembali. Yang penting kali ini jelas Gus Ipul – Anas merasa plong sudah ditetapkan sebagai pasangan untuk bertarung dalam gelaran Pilkada Jatim 2018 – melawan Khofifah Indarparawansa.

Khofifah yang masih menjabat Menteri Sosial RI ini sudah ditetapkan sebagai bacagub dari Golkar. Selain Golkar, beberapa parpol lainnya seperti Nasdem, PPP, PAN, dan Demokrat tampaknya bakal merapat ke Khofifah. Nama kadernya sudah diajukan.

Nasdem misalnya, sudah menargetkan Hasan Aminuddin, anggota DPR RI periode 2014-2019 dari Nasdem, jadi bacawagub dalam Pilkada Jatim 2018. Sebelumnya, ia pernah menjabat Bupati Probolinggo dua periode, yakni 2003-2008 dan 2008-2013.

Hasan Aminuddin juga pernah menjabat Ketua DPRD Kabupaten Probolinggo periode 1999-2003. Ia adalah suami dari Bupati Probolinggo yang menggantikannya, Ny. Puput Tantriana Sari. Hasan Aminuddin lahir di Probolinggo pada 7 Januari 1965.

Dari sini jelas, perikatan “keluarga” sangat tampak dalam model leadership yang diterapkan Hasan Aminuddin jika terpilih jadi wagub Jatim nanti. Warisan jabatan Bupati Probolinggo tersebut menjadi bukti bagaimana ia mempertahankan “dinasti jabatan”.

Dari PAN muncul nama Masfuk, Ketua DPW PAN Jatim. Masfuk tercatat menjabat Bupati Lamongan dua periode (2000-2010). Meski dinilai berhasil memajukan Lamongan, ia pernah berurusan dengan aparat penegak hukum di Kejaksaan Tinggi Jatim.

Kasus ini awalnya merupakan perkara mengeluarkan anggaran dari APBD. Yang menjadi persoalan, uang itu keluar berdasarkan surat bupati, setelah dilakukan penyidikan ternyata uang keluar dalam konteks Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

Kejati Jatim mentapkan Masfuk sebagai tersangka kasus ini pada 31 Juli 2012, sesuai Surat Perintah Penyidikan (Sprintdik) Kejati nomor 676/0.5/FD.1/7/2012. Penetapan tersangka diterbitkan satu setengah bulan setelah kasus ini mulai diselidiki.

Masfuk dianggap bertanggungjawab pada dugaan penyimpangan pelepasan lahan seluas 98 ha. Itu didasarkan pada Surat Keputusan (SK) Bupati nomor 188/563/Kep/412/013/2003 tentang biaya panitia pengadaan tanah yang dinilai menyimpang.

Dalam SK itu, anggaran pelepasan lahan ditetapkan dari APBD sebesar 10 persen dari nilai proyek. Padahal, sesuai Keppres No 55/1993 dan Keputusan Menteri Agraria No 1/1994, batas biaya panitia untuk pengadaan tanah yang diperbolehkan hanya 4 persen.

Meski kemudian status tersangka dicabut sejak 20 Juni 2013 oleh Kejati jatim, namun jejak kasus ini dikhawatirkan bisa menjadi “amunisi” bagi lawan politik Masfuk jika ia dipilih sebagai bacawagub pendamping Khofifah. Apalagi, nantinya jika terpilih.

Seperti yang dialami Wagub DKI Jakarta terpilih Sandiaga Uno yang sempat menjadi bulan-bulanan lawan politiknya sejak pencalonan hingga menang Pilkada DKI Jakarta bersama Anies Baswedan sebagai Gubernur Terpilih. Sandi masih “diincar” Polisi.

Nama lain yang disebut-sebut masuk bursa calon pendamping Khofifah adalah Bupati dan Wakil Bupati Trenggalek, Emil Elstianto Dardak atau Emil Dardak dan Mochamad Nur Arifin yang memenangkan Pilkada Trenggalek pada 2015. Emil berusia 33 tahun.

Seperti halnya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, jejak digital online mencatat, sebelumnya Emil Dardak menyatakan siap maju menjadi calon Walikota Depok dalam Pilkada Serentak 2015 dari jalur independen dan akan mundur dari dukungan parpol yang telah memintanya maju sebagai kepala daerah di kampung halamannya di Trenggalek.

Bahkan Emil Dardak berkomentar lewat media di Depok, Jawa Barat saat itu bahwa dirinya akan mundur dari dukungan parpol yang mencalonkannya sebagai Bupati Trenggalek bila dicalonkan sebagai cawalkot Depok.

“Saya akan maju dari jalur independen dan berjuang bersama teman-teman GMD (Gerakan Muda Depok),” kata Emil dalam siaran pers-nya, kutip bangsaonline.com. Pernyataan Emil Dardak itu pada akhirnya menimbulkan gelombang reaksi dari berbagai lapisan masyarakat Trenggalek. Mereka umumnya mulai meragukan keseriusan Emil Dardak.

Meski akhirnya menang Pilkada Trenggalek 2015, setelah “gagal” maju dalam Pilkada Kota Depok 2015, sikap politik yang “mendua” seperti itu jelas sangat tidak menguntungkan jika Emil Dardak digandeng Khofifah. Apalagi, mereka sudah “terikat” PDI Perjuangan.

Masa dua tahun pemerintahannya di Trenggalek bersama Arifin tentunya sangat “prematur” jika dipaksakan untuk maju sebagai bacawagub Jatim, meskipun secara akademis keduanya punya prestasi. Sebaiknya mereka fokus menyelesaikan tugasnya di Trenggalek.

Nama Saiful Rahman

Nama lain yang dicoba sodorkan ke Khofifah adalah Wakil Bupati Ngawi dua periode, Ony Anwar Harsono. Namanya dimunculkan oleh Sekretaris DPD Partai Demokrat Jatim Renville Antonio. Padahal, sebelumnya, Demokrat “menawarkan” Harsono, ayah Ony.

Bahkan, ada kesan, Ketua DPD Demokrat yang juga Gubernur Jatim Soekarwo memaksakan nama Harsono untuk maju mendampingi Khofifah. Konon, setelah PepNews.com mengungkap 2 pelanggaran Harsono terkait pengangkatannya, nama Ony dimunculkan Renville.

Padahal sebelumnya, Soekarwo pernah menyatakan dukungannya atas DR. Saiful Rachman, Kepala Dinas Pendidikan Jatim untuk maju dalam Pilkada Jatim 2018. Saiful tidak pernah terikat dengan berbagai parpol, karena ia birokrat tulen berkarier dari bawah.

Saiful tahu persis pemikiran-pimikiran Soekarwo selama ini. Sehingga, dengan mudah bisa melanjutkan program pembangunan Gubernur Soekarwo. Seperti Soekarwo sebelum menjadi  gubernur, Saiful lebih mudah melakukan penataan birokrasi di Pemprov Jatim.

Karena Saiful pernah menjabat Kepala Biro Kesra Pemprov Jatim, Kepala Biro Kerjasama Pemprov Jatim, serta Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jatim. Jadi, jika ia dipasangkan dengan Khofifah tentunya sangatlah tepat: Politisi-Birokrat.

Jika “Tim 17” yang diketuai KH Sholahuddin Wahid alias Gus Sholah cermat, maka tidak ada salahnya Khofifah disandingkan dengan Saiful yang birokrat tulen. Ini akan mengikuti jejak Soekarwo sebelumnya yang birokrat tulen dengan Gus Ipul yang politisi.

Ini juga bisa menghindari konflik kepentingan parpol pendukungnya nanti yang kini sedang memperebutkan posisi bacawagub pendamping Khofifah. Seperti halnya Soekarwo sebelum maju Pilkada Jatim 2008, namanya cuma dikenal sebagai Sekdaprov Jatim.

Tapi, kecermatan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Ketua Umum Demokrat yang akhirnya menyodorkan nama Soekarwo ternyata membuahkan hasil. Soekarwo yang birokrat tulen sukses mengukir kepemimpinannya di Jatim bersama politisi Gus Ipul.

***