Saya lagi mencari benang merah dari beberapa peristiwa. Mulai dari dilaporkannya Iramawati Oemar ke polisi, ditangkapnya apa yang disebut Saracen, dilaporkannya Jonru ke Polisi, dengan pertemuan akbar relawan Jokowi dengan Presiden Jokowi. Dalam pertemuan itu Jokowi entah kapasitasnya sebagai Presiden atau sebagai bakal capres 2019 menyerukan pada relawan agar mulai "berkampanye".
Memahami "mulai bekampanye" sama sulitnya dengan mencari benang merah jambu matang atas beberapa persitiwa itu. Benangnya masih berwarna merah muda keputih-putihan.
Dalam acara ILC TV One supaya nampak adil polisi mengatakan, Saracen bukan hanya melancarkan ujaran kebencian pada pemerintah, tapi juga kepada para ulama.
Ulama yang dimaksud adalah KH. Agil Siradj yang dituduh oleh Saracen sebagai menjual agama satu setengah triliun rupiah. Kalau itu mah lebih mudah mencari benang merahnya. Siapa yang dekat dengan tukang minyak wangi akan kebagian harumnya. Sebaliknya, siapa yang dekat dengan tukang bensin akan bau bensin.
Jonru memang fenomenal. Tulisannya dalam mengeritik pemerintah tidak tedeng aling-aling. Lugas dan cukup berani. Ditambah menantang siapa yang berani melaporkannya ke polisi. Tentu saja menjadi sasaran empuk relawan yang dengan sukarela melaporkannya ke polisi.
Walaupu Iramawati Oemar juga menulis kritikannya pada pemerintah, tapi tidak selugas Jonru. Masih pakai tedeng aling-aling. Tidak menyerang pribadi Jokowi. Toh dilaporkan juga ke polisi.
Sebaliknya, Ade Armando juga pernah dilaporkan ke polisi, tapi setelah gelar perkara dia dinyatakan sebagai warga yang baik. Seword yang juga dilaporkan, tidak jelas juntrungannya. Denny si tukang kopi masih bisa santai menyeruput kopi setiap pagi. Sementara Menkominfo terus saja membantah kalau pemerintah tebang pilih.
Benang merah atas perisitiwa pertistiwa itu memang warnanya masih belum sematang jambu. Cuma persoalannya menjadi lebih rumit ketika Presiden Jokowi mengimbau relawannya mulai berkampanye.
Kampanye sejatinya 'kan adu gagasan. Lha, capres lawannya saja belum ada, apalagi programnya. Apa yang mau diadu? Hasil pembangunan pemerintah yang sekarang? Bukankah pemerintah yang sekarang adalah kelanjutan dari pemerintah sebelumnya? Namanya juga presiden ketujuh. Mau diklaim seratus persen?.
Maka yang akan terjadi adalah, relawan Jokowi membangga-banggakan junjungannya, sementara lawan politiknya tentu saja mengimbangi dengan mengeritik kebijakan pemerintah. Repotnya 'kan kalau kritikan itu dianggap “menghina” Jokowi.
Namanya juga relawan, 'kan agak sensi kalau sudah mendengar junjungannya dikritik. Maka nanti akan ada pernyataan, boleh mengeritik pemerintah tapi nggak boleh menyerang pribadi Presiden. Cuma batasnya sengaja dibikin samar.
Kalau sudah mulai berkampanye 'kan sulit membedakan, mana Jokowi yang bakal capres 2019, mana Jokowi yang Presiden ketujuh. Presiden milik seluruh rakyat NKRI yang bukan hanya dipuji tapi juga rakyat berhak mengeritik jika dianggap kebijakannya tidak berpihak pada rakyat.
Kembali ke soal benang merah. Ada dua kemungkinan. Benang merahnya semakin luntur hinga berwarna putih, atau merahnya semakin matang seperti jambu matang di pohon.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews