Jebakan Betmen Gerindra Bikin Parpol Pemerintah Dicitrakan Prokoruptor

Selasa, 25 Juli 2017 | 05:00 WIB
0
257
Jebakan Betmen Gerindra Bikin Parpol Pemerintah Dicitrakan Prokoruptor

Mengawali pergantian pekan dari akhir pekan ke hari kerja, Senin 24 Juli 2017 Partai Gerindra membuat sedikit kejutan di gedung DPR dengan menyatakan diri keluar dari Pansus Hak Angket KPK yang masih bekerja. Disebut mengejutkan, karena dengan keputusan yang terkesan "mendandak dangdut" itu Partai Gerindra ke luar dari kerumunan di tengah jalan.

Dalam politik, segalanya dihitung. Keputusan Gerindra inipun tentu bukan tanpa perhitungan, apalagi di belakang Gerindra ada ketua umumnya yang masih populer, Prabowo Subianto. Keputusan ini bisa positif, bisa juga negatif. Tetapi kesan yang ditangkap, Gerindra meninggalkan "Jebakan Betmen", yakni meninggalkan kondisi konyol yang tidak terduga, khususnya bagi mantan rekan sepansus.

Tentu saja yang terkena jebakan adalah enam partai politik pendukung pemerintah yang menjadi inisiator terbentuknya Pansus, seolah-olah keenam parpol itu bertentangan dengan keinginan rakyat banyak untuk mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebaliknya, Gerindra mendapat imbas baik karena dicitrakan sebagai partai "antikorupsi" sekaligus partai pendukung KPK.

Keenam parpol yang terkena "Jebakan Betmen" itu ialah PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Nasional Demokrat, dan Partai Hanura.

Keputusan Gerindra balik badan dari Pansus tertuang dalam surat resmi fraksi bernomor A.1400/F.P-Gerindra/DPRRI/VII/2017.

"Dengan ini, kami menyatakan mundur dari Panitia Khusus (Pansus) Angket Komisi Pemberantasan Korupsi terhitung mulai tanggal 24 Juli 2017," demikian bunyi penggalan surat tersebut. Alasan utama keputusan Gerindra disebutkan karena Pansus pernah menemui para koruptor yang ditahan di Lapas Sukamiskin Bandung, beberapa waktu lalu.

[caption id="attachment_2626" align="alignleft" width="300"] Desmond J. Mahesa[/caption]

Alasan ini tersirat dari pernyataan Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Desmond J Mahesa yang menyebut kinerja Pansus dalam menyelidiki KPK sudah melenceng. Desmond bahkan menyimpulkan, kinerja Pansus mengarah kepada pelemahan KPK.

"Saya udah bilang, kalau mengunjungi koruptor, maka Gerindra akan keluar. Kami melihat ada langkah Pansus yang salah," kata Desmond sebagaimana diberitakan Detik.com.

Desmond kemudian menguraikan bahwa tujuan pembentukan Pansus tidak lain untuk memberi peringatan kepada KPK mengenai adanya oknum penyidik KPK yang bertindak melenceng. Akan tetapi tujuan itu menurutnya telah melenceng karena cenderung melemahkan KPK.

Bukan rahasia umum, keenam parpol sepeninggal Gerindra adalah koalisi partai pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. Struktur Pansus itu sendiri terdiri atas satu ketua dan tiga wakil. Ketua dijabat Agun Gunandjar Sudarsa (Golkar), tiga wakilnya masing-masing Masinton Pasaribu (PDI Perjuangan), Teuku Taufiqulhadi (Nasdem), dan Dossy Iskandar (Hanura).

Atas keluarnya Gerindra, Taufiqulhadi menyatakan, kerja Pansus tetap berjalan dan tidak terpengaruh karena keabsahan tercantum di berita negara. "Walaupun satu fraksi tertinggal, tetap kami akan kerja," kata Taufiqulhadi, di Kompleks Parlemen, Senayan, sebagaimana diberitakan Kompas.com.

Pengaruhi Pileg dan Pilpres

Meski belum terjadi, keputusan Gerindra keluar dari Pansus dapat berpengaruh pada pelaksanaan pemilihan umum legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden (Pilpres) yang keduanya akan dilaksanakan secara bersamaan pada 2019. Setidak-tidaknya Gerindra dapat poin dari pemilih karena dikesankan "antikorupsi" dan membela keberadaan KPK.

Sebaliknya bagi enam partai pemerintah, mereka mau tidak mau dikesankan sebagai parpol "pendukung koruptor" dan "anti-KPK", lembaga tambahan dalam ketatanegaraan Indonesia yang bertugas menyapu bersih korupsi sampai ke akar-akarnya.

Isu krusial ini bisa digoreng untuk Pilpres, yakni bagi calon presiden petahana yang didukung keenam partai itu melawan Gerindra PKS, Partai Demokrat, dan Partai Kebangkitan Bangsa  (PKB). Terlihat posisi Unik di sini antara PAN dan PKB di mana PKB sejatinya adalah partai pemerintah, tetapi dalam hal Pansus PKB "menyeberang" ke PKS-Demokrat.

Dengan masih berminatnya Prabowo Subianto berlaga kembali pada palagan Pilpres 2019, besar kemungkinan dia akan menghadapi presiden petahana, yaitu Joko Widodo. Mau tidak mau gerbong partai politik pengikut pemerintah akan terkena imbas negatif dari Pansus ini, termasuk kepada calon presiden yang mereka usung. Sementara Prabowo sedikit diuntungkan karena partainya, Gerindra, tidak mengirimkan wakilnya di Pansus.

Semua perkiraan ini masih di atas kertas. Kenyataannya, mana kita tahu!

***