Enam partai politik pengusung pemerintah menang besar dalam menentukan presidential threshold 20-25 persen melalui mekanisme voting Sidang Paripurna DPR, Jumat dinihari 21 Juli 2017 lalu. Sebaliknya, ini kekalahan empat parpol "oposisi" yang melakukan "Walk Out" dengan implikasi sulitnya mencari teman seiring untuk mencalonkan calon presidennya pada Pilpres 2019 nanti.
Publik dan sebagian pengamat beranggapan, kemenangan enam parpol pendukung pemerintah otomatis akan memuluskan jalan Presiden RI Joko Widodo maju lagi ke Pilpres periode kedua karena didukung oleh partai besar seperti PDI Perjuangan.
Namun yang menjadi tanda tanya besar adalah, partai berlambang kepala banteng moncong putih itu ternyata tidak serta merta menyatakan dukungannya terhadap Jokowi!
Adalah Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang mendampingi Ketua DPR Setya Novanto saat berlangsung Sidang Paripurna yang menyatakan ketidaksepakatannya bahwa keinginan pemerintah presidential threshold 20-25 persen merupakan salah satu cara memuluskan pencalonan Jokowi.
Fahri juga menyebutkan, tujuan utama presidential threshold bukan untuk menjegal pencalonan sosok lain yang bakal maju sebagai calon presiden pada Pilpres 2019.
Fahri Hamzah mengemukakan pendapat ini seolah-olah menepis tudingan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon yang sebelumnya mengatakan ada upaya penjegalan oleh pemerintah Jokowi terhadap Prabowo Subianto untuk maju kembali sebagai calon presiden.
Apa alasan Fahri berpendapat demikian, yakni Jokowi belum tentu maju ke Pilpres 2019? Ternyata sederhana saja jawabannya. Menurut Fahri, pada Pilpres 2019 Jokowi nanti belum tentu dicalonkan kembali oleh PDI Perjuangan dengan alasan, Jokowi bukanlah seorang ketua umum partai sebagai pengambil keputusan dalam menentukan calon presiden.
"Kita juga enggak tahu nasib Pak Jokowi, bisa juga Pak Jokowi enggak dapat tiket, siapa bilang dia bisa dapat tiket (maju Pilpres 2019)" kata Fahri di Gedung DPR, Jumat siang sebagaimana diberitakan Merdeka.com. Atas dasar itu Fahri melihat, hanya Prabowo Subianto sajalah yang dapat menentukan maju atau tidak dalam pencolanan karena ia Ketua Umum Partai Gerindra.
"Kalau di antara kandidat yang ada, antara Jokowi dengan Prabowo," kata Fahri lagi, "yang lebih kuat kepada partai ya Pak Prabowo, dia ketum dan ketua dewan pembina, sementara Jokowi 'kan bukan ketum partai. Dia bisa ditinggalkan oleh banyak partai."
Bagi Presiden Joko Widodo beserta timnya, ada baiknya pernyataan Fahri Hamzah kali ini dicerna baik-baik, sebab kemungkinan ada benarnya juga. Dengan kata lain, pernyataan Fahri kali ini masuk di akal.
Sebagai Presiden yang pernah dikatakan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sekadar "Petugas Partai", nasib Jokowi selanjutnya sangat tergantung pada keputusan partai, khususnya tergantung kepada keputusan Megawati sebagai "pemilik" partai.
Posisi Jokowi menjadi "rentan". Katakanlah jika kongres partai atau pengambil tertinggi keputusan partai menyatakan tidak lagi mengusung Jokowi, maka ia harus mencari kendaraan baru jika masih ingin mencalonkan diri sebagai Presiden RI yang kedua kalinya.
Sudah menjadi rahasia umum, enam partai pemerintah pendukung Jokowi itu ialah PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), dan Partai Hanura.
Dari enam partai itu, PDI Perjuangan tidak menyatakan secara langsung mendukung Jokowi pada Pilpres 2019 usai voting Sidang Paripurna DPR.
Jika mengacu pada presidential threshold 20-25 persen yang dimenangkan partai pendukung pemerintah, maka lima partai (minus PDI Perjuangan) sudah lebih dari cukup memenuhi syarat untuk mengusung Jokowi. Bahkan dua partai saja, yakni Partai Golkar (14,75) dan PKB (9,04 persen), misalnya, itu sudah cuku mengusung Jokowi.
Namun jika PDI Perjuangan menyorongkan calonnya sendiri yang bukan Jokowi, ia harus menggandeng kawan seiring karena perolehan suaranya yang tidak mencapai 20 persen, yakni 18.95 persen. Pertarungan akan lebih seru karena dengan komposisi ini sangat dimungkinkan adanya tiga bakal calon presiden dan wakilnya pada Pilpres 2019.
Dengan alasan dan perhitungan ini pulalah pernyataan Fahri Hamzah kali ini ada benarnya. Tinggal apakah Jokowi bersedia mendengarnya untuk kemudian menganalisanya dan memasang strategi baru (yang tidak bergantung PDI Perjuangan) atau menganggap ucapan Fahri sekadar angin lalu sebagaimana biasanya.
Terserah Presiden Jokowi sajalah!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews