Ketidaksukaan Prabowo Subianto kepada Basuki Tjahja Purnama alias Ahok adalah fakta dan sulit dipungkiri. Secara terbuka Prabowo menuding Ahok: “Pengkhianat dan kutu loncat”. Tudingan itu terkait sikap Ahok yang dianggap arogan dan membangkang pada Gerindra yang telah mengusungnya berpasangan dengan Jokowi di Pilgub DKI Jakarta.
Namun ihwal kemarahan Prabowo tersebut dinilai sebagai dendam pribadi. Terlebih saat Pilpres 2014, Ahok tampil terdepan memenangkan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla. Manuver Ahok efektif menjegal ambisi Prabowo untuk menjadi presiden. Walhasil Prabowo dan para loyalisnya tambah sakit hati.
Hingga kini konflik Prabowo dan Ahok berlanjut bahkan makin meruncing. Segala rupa hujatan dan cacian kepada Ahok dan Jokowi hampir setiap hari muncul mengotori beranda media sosial.
Para loyalis Prabowo gencar menyiram hasutan dan kebencian yang menyala-nyala. Sebaliknya, Prabowo dielus-elus bagai pahlawan, konon katanya berjiwa kesatria, jujur dan merakyat.
Aneka tingkah dan pernyataan Prabowo disebarkan, terlebih aksi berkuda dikemas penuh heroik dan kebanjiran pujian. Mereka menyebut Prabowo mirip Bung Karno, pemberani dan diklaim jika nyapres 2019 pasti menang. Tak peduli apa yang sesungguhnya terjadi di balik layar, pokoknya Prabowo dibela mati-matian, asal bapak senang.
[irp posts="2075" name="Antara Diplomasi Jokowi, Kuda Prabowo dan Lebaran Kuda"]
Alhasil puja-puji itu membuat Prabowo tambah melayang. Tapi lucunya bekas Danjen Kapassus tersebut justru takluk pada kharisma Jokowi dan nekat mampir ke Istana demi menikmati jamuan makan siang. Spontan sebagian besar loyalisnya kecewa berat dan gigit jari. Sang idola disindir inkonsisten dan hanya mencari keuntungan pribadi.
Tingkah Prabowo memang terbilang unik, berbeda dengan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang lebih memilih pendekatan politik cerdas, santun dan bermartabat. Selalu tampil sederhana dan menggugah perhatian publik.
SBY ogah pamer kemewahan seperti Prabowo dengan sejumlah kuda bernilai miliaran rupiah di tengah kehidupan rakyat kecil yang cuma bisa menikmati bersepeda dan naik ojek.
Dengan santai SBY menyapa rakyat dan berbagi keceriaan. Tapi ketika menghadapi rezim Jokowi, SBY cenderung mengambil jarak dan bersikap kritis. Tidak mengumbar kebencian, justru acap kali mengajak publik mendukung kebijakan pemerintah. Gaya SBY yang elegan dan negawaran, wajar menuai simpatik. “Suami Ani Yudhoyono emang tampan dan berwibawa”, demikian pendapat ibu-ibu di media sosial.
Skandal pinistaan agama
Namun alur politik selalu dinamis dan terkadang menyulut aneka prasangka secara liar di ruang publik. Kali ini kesantunan dan sikap negarawan SBY terseret dalam hiruk-pikuk Pilgub DKI Jakarta. SBY menghadapi situasi krusial dan dilematis.
Sebagai pribadi muslim dan sekaligus tokoh nasional, SBY terusik oleh kasus penistaan agama yang diduga melibatkan Ahok. Jika bersikap bungkam maka publik bakal menuding SBY tidak berpihak pada aspirasi ummat dan membiarkan kehormatan Islam tercoreng.
Pada tanggal 2 November, dua hari sebelum unjuk rasa oleh ratusan ribu ummat Islam, akhirnya SBY tampil menggelar jumpa pers di Cikeas, mendesak penegak hukum agar segera bertindak cepat menuntaskan pro-kontra kasus penistaan Al Qur’an. “Kalau ingin negara ini tidak terbakar oleh amarah para penuntut keadilan, Pak Ahok mesti diproses secara hukum. Jangan sampai beliau dianggap kebal hukum,” ucap SBY.
Pernyataan SBY menuai pro-kontra dan memicu keprihatinan dari berbagai kalangan. SBY dituding menunggangi isu penistaan agama untuk tujuan politis. Targetnya menyulut kemarahan ummat Islam untuk melakukan demo besar-besaran pada tanggal 4 November. Intinya lucuti arogansi Ahok dan sekaligus menekan Jokowi agar berpihak pada aspirasi ummat.
[irp posts="1919" name="Transisi Kekuasaan Yang Tidak Sehat, Penguasa Ingin Kembali Berkuasa"]
Terlepas dari tudingan miring tersebut, SBY berhak mendukung ummat Islam menuntut keadilan. Sangat naif bila keberpihakkan SBY difitnah sebagai aktor utama dalam gerakan anti Ahok untuk menciptakan kerusuhan, apalagi berencana makar. Toh tanpa SBY pun ummat Islam terus bergerak melakukan demo secara suka rela.
Justru solidaritas yang ditunjukan oleh SBY, suka atau tidak, diapresiasi oleh publik. Apalagi dukungan SBY terbukti membuat demo 4 November berjalan damai dan hasilnya penegak hukum bertindak cepat menetapkan Ahok sebagai tersangka. Dan kini beredar isu jika Ahok tidak segera dipenjarakan, maka SBY akan turun ke jalan bersama ummat Islam…?
Kabar tentang SBY akan ikut berdemo tanggal 2 Desember perlu dikonfirmasi kebenarannya. Yang jelas, ketika agama dihina, SBY tergugah dan bersuara lantang, tapi bagaimana dengan Prabowo Subianto…? Prabowo cuma sibuk pamer naik kuda bersama Jokowi.
Kesannya biar terlihat akrab dengan Istana dan tidak ikut-ikutan demo anti Ahok. Kata demonstran: “Jangan ada dusta diantara kita!”
***
Faizal Assegaf (Ketua Progres 98)
[irp posts="1776" name="Mengapa Aksi Bela Islam Berujung pada 2 Cara Penggulingan Jokowi?"]
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews