Adakah Bukti Presiden Jokowi Berada di Belakang Ahok?

Kamis, 20 Oktober 2016 | 09:00 WIB
0
187
Adakah Bukti Presiden Jokowi Berada di Belakang Ahok?

Ada dugaan yang sempat mengemuka bahwa Joko Widodo alias Jokowi yang pernah menjadi duet Basuki Tjahaja Purnama di Pilkada DKI Jakarta sebelumnya, kini berada di balik petahana yang biasa diapanggil Ahok tersebut. Dugaan yang memang bukan muncul belakangan ini saja, namun telah berembus jauh-jauh hari. Benarkah?

Di antara tokoh di pentas politik nasional yang sempat mengutarakan dugaan itu secara terbuka adalah Fadli Zon. Sosok politisi yang berasal dari Partai Gerindra itu bahkan sempat melempar tuduhan bahwa kasus-kasus yang selama ini dialamatkan ke Ahok pun, tak berpengaruh karena keberadaan Jokowi di belakang gubernur tersebut.

"Sudah bukan rahasia lagi bahwa Jokowi di belakang Ahok sehingga diduga kasus-kasus yang jelas-jelas merugikan negara hingga kini belum ditindaklanjuti," kata Fadli saat dihubungi, Jumat, 30 September 2016, seperti dilansir Kompas.com.

Juga menarik, saat Fadli Zon sempat menyatakan saran yang lebih beraroma nasihat kepada Presiden RI, agar tidak membela petahana di kursi DKI-1 itu. "Fokus saja mengurus masalah nasional yang masih berantakan di sana-sini," imbuh Fadli.

[irp]

Satu sisi, saran dari Fadli sendiri lebih mengesankan sebagai pernyataan politis, bukan anjuran yang sepenuhnya tertuju ke arah netralitas RI-1 di tengah kancah Pilkada 2017.

Kenapa? Sederhana saja, toh anggota legislatif itu sendiri pun lebih sering ngoceh persoalan DKI yang memang berhubungan langsung dengan kepentingan partainya, alih-alih mengimbangi pesannya kepada Jokowi: konsentrasi pada masalah nasional. Tidak sinkron, lantaran Fadli sendiri sering terlihat berperan selayaknya anggota DPRD DKI daripada DPR RI.

Tapi dalam melemparkan dugaan beraroma tudingan itu, Fadli tidak sendiri. Jika dilacak riwayat di ranah cyber, Yusril Ihza Mahendra yang harus "lempar handuk" sebelum bertanding, pun sempat mengemukakan dugaannya bahwa Jokowi memang benar menopang jalan politik Ahok.

Ya, dugaan bahwa ada Jokowi di belakang Ahok, satu sisi memang harus diakui sangat logis jika itu terjadi. Selain seperti disebutkan di awal tulisan, bahwa keduanya pernah sama-sama bergulat di Pilkada lalu sebelum Jokowi loncat ke Pilpres, juga karena ada payung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di belakang kedua sosok itu, Jokowi di level nasional dan Ahok di level provinsi.

Tapi jika menelisik lebih jauh dan melihat sisi faktual, tak ada klaim dari Ahok bahwa ia didukung Jokowi, seperti halnya Jokowi yang tak pernah mengungkapkan dirinya betul-betul ada di belakang gubernur tersebut.

Apalagi Ahok pun dalam beberapa kesempatan, kerap menyebutkan bahwa hubungannya dengan Jokowi cenderung sebagai teman.

"Beliau tahu saya enggak ada kepentingan, saya cuma mau kerja pagi sampai malam. Terus saya juga enggak pernah minta apa-apa sama beliau, duit enggak demen, saya demen ribut doang," kata Ahok, sekali waktu.

Kalaupun ada nada yang mengarah pada kesan kuat adanya dukungan itu, lebih terlihat sebagai kelakar saja. Walaupun, per 15 Agustus lalu pun Ahok sempat mengemukakan kalimat yang mengesankan pengiyaan itu, meski tidak secara langsung.

[irp]

Tempo.co merilis pernyataan Ahok itu sehari kemudian yang menyebutkan bahwa ada klaim dari Ahok berupa adanya kesamaan dalam visi dan misinya dengan Jokowi karena memang dia sendiri pernah menjadi wakil ketika Presiden RI itu masih menjadi gubernur DKI.

"Sama dong (visi dan misi). (Saya) ikut Pak Jokowi. Pak Jokowi PDIP lho," kata Ahok di Balai Kota, Senin,  15 Agustus 2016. "Ya, pasti dong, aku meneruskan visi misi Pak Jokowi," kata dia, seperti dikutip Tempo.co.

Tapi lagi-lagi itu hanya gelagat. Selain juga Ahok pun hanya menyatakan ada kemiripan visi dan misinya, bukan secara terbuka menyatakan, "Saya didukung Pak Jokowi!"

Bagi kalangan yang condong pada dugaan bahwa dukungan Jokowi itu sebuah fakta, mungkin saja akan menyimpulkan bahwa tidak adanya pengakuan terbuka itu hanya sebagai strategi komunikasi politik saja. "Toh, politik itu kan tidak berjalan dengan cara-cara polos," kira-kira begitulah pledoi yang membenarkan dugaan itu.

Tapi dalam hemat saya, kalaupun ada dukungan dari Jokowi, seberapa pengaruh yang bisa didapatkan secara positif oleh Ahok? Rasanya takkan besar, lantaran Jokowi sendiri dapat dipastikan takkan mengeluarkan imbauan tertentu, bahwa calon pemilih di DKI harus memberikan suara kepada Ahok.

Lagipula, Jokowi pun bisa dipastikan sangat memahami jika posisinya tidaklah se-merdeka Fadli Zon dan Yusril Ihza Mahendra.

Ada amanat yang mendudukkan Jokowi harus memberikan sikap netralnya pada semua kontestan yang berlaga di Pilkada DKI. Terlebih itu pun diatur oleh Undang-undang.

Dalam wewenang hingga kewajiban dan hak presiden pun telah ditugaskan Undang-undang, yang intinya tak ada legitimasi untuknya memberikan dukungan pada kontestan tertentu di level provinsi. Apalagi terkait pengangkatan pejabat pun, dia hanya dapat mengangkat duta dan konsul, hakim agung, hakim konstitusi hingga mengangkat atau memberhentikan anggota Komisi Yudisial.

Sementara yang berhubungan dengan pernyataan, pun tak ada yang mengistimewakan personal, kecuali wewenangna untuk menyatakan keadaan bahaya ketika negara dalam kondisi tertentu, hingga menyatakan perang dan damai. Bahkan sebagian besar wewenangnya pun tak dapat lepas dari pertimbangan DPR dalam fungsi mereka sebagai legislatif.

Tapi, dukungan itu kan dapat diberikan atas nama pribadi,  bukan dalam kapasitas sebagai presiden?

Pertanyaan itu sendiri memang sangat logis. Namun jika menyimak karakter Jokowi selama ini, terlepas dia sendiri memiliki kepentingan politik, pastilah takkan mengorbankan "perasaan rakyat".

[irp]

Artinya, ia dapat diyakini takkan melebihkan satu kandidat dari kandidat lain, walaupun mungkin kedekatannya dengan Ahok membuatnya lebih mengenal segala kelebihan gubernur tersebut. Jokowi sebagai orang Jawa dapat dipercaya bahwa ia memahami bagaimana ia memosisikan dirinya di tengah kontes demokrasi tersebut

Walaupun iya, seperti pernah diakui Ahok sendiri dalam salah satu acara talkshow di televisi, Jokowi pernah mengatakan, "Kenapa kamu mesti berhenti ketika rakyat butuh kamu?"

Pertanyaan lebih jauh, apakah pernyataan Jokowi itu sudah menjadi dukungan seperti diduga oleh beberapa politisi? Rasanya tidak. Kalaupun mendukung karena ada banyak hal yang disukai Jokowi dari sosok Ahok, hanya dukungan secara moral, menguatkan, bahwa jika Anda memang yakin dapat memberikan yang terbaik, maka majulah.

Setidaknya itulah yang dapat ditafsirkan dari riwayat perjalanan berbagai dugaan dan asumsi, dan fakta yang dapat dibaca dan dilihat secara nyata. Ringkasnya, dalam perjalanan Ahok di kancah Pilkada itu dapat dipastikan bahwa dia berjalan sendiri dengan sokongan partai-partai yang ada di belakangnya. Sekali lagi, takkan ada dukungan yang menunjukkan kecenderungan seorang presiden kepada salah satu kandidat, walaupun berbagai pisau analisis memungkinkan itu terjadi.

Sebagai presiden, Jokowi dapat dipastikan sangat memahami, bahwa dia harus melihat semua yang di bawahnya berdiri setara, tak ada yang satu dilebihkan dari yang lain. Apalagi, sekali lagi, posisinya tidaklah se-merdeka Fadli Zon dan kalangan oposan yang memang kerap mencari amunisi untuk membenturkan satu isu dengan isu lain, lantaran mereka memiliki catatan kekalahan yang belum terbayar.

***

[irp]