Cara iPhone "Membunuh" Samsung Phone Sungguh Menjijikkan

Senin, 12 September 2016 | 16:00 WIB
0
768
Cara iPhone "Membunuh" Samsung Phone Sungguh Menjijikkan

Ditarik kembalinya ponsel Samsung Galaxy Note 7 yang sudah telanjur beredar akibat beberapa insiden terbakarnya baterai ponsel saat diisi kembali pemiliknya, harus dilihat dari kemungkinan sedang berkecamuknya perang dagang antara iPhone selaku perusahaan Amerika Serikat dengan Samsung sebagai perusahaan Korea Selatan.

Dengan recall 2,5 juta unit Galaxy Note 7 yang sudah beredar di 10 negara, termasuk di Amerika Serikat dan Korea Selatan sendiri, diperkirakan Samsung bakal menderita kerugian sebesar Rp23,8 triliun. Para analis memperkirakan, recall tersebut berpotensi membuat Samsung kehilangan pendapatan sebesar US$5 miliar atau Rp65 triliun untuk tahun ini saja. Jumlah yang sangat fantastis!

Cerita dimulai saat awal Agustus 2016 lalu Samsung Electronics memperkenalkan ponsel terbaru mereka, Galaxy Note 7, ke seluruh penjuru dunia. Samsung yakin, ponsel pintar yang diklaim paling canggih melebihi merek lain termasuk iPhone sendiri. Pasar merespons peluncuran produk baru ini dengan positif. Buktinya di seluruh dunia pemesanan Galaxy Note 7 laris manis sampai stok habis. Samsung mengaku kewalahan memenuhi permintaan pemesan, termasuk di Indonesia.

Dengan respons dan permintaan yang luar biasa tinggi ini Samsung berkeyakinan akan segera menyaingi Apple yang pada saat hampir bersamaan meluncurkan seri iPhone 7, persis sebulan setelah Galaxy Note 7 meluncur. Mendahului peluncuran adalah hal biasa dan merupakan strategi pemasaran dengan tujuan merusak pasar lawan dalam hal ini pasar iPhone. Itu sah-sah saja dalam bisnis global.

Persis setelah sebulan diluncurkan yang bersamaan dengan peluncuran iPhone 7, insiden di beberapa tempat pun terjadi.

Boleh jadi ini murni keteledoran pihak Quality Controll Samsung sendiri, tetapi insiden paling umum berupa meledak atau terbakarnya perangkat ponsel saat berlangsungnya pengisian ulang baterai. Akibat yang ditimbulkan antara lain melukai penggunanya atau menimbulkan kebakaran yang bikin shock konsumen. Di sinilah justru keanehannya, yakni insiden merugikan yang terjadi bersamaan dengan gemerlapnya peluncuran Apple seri iPhone 7 terbarunya.

Samsung mengklaim 24  produk Galaxy Note 7 yang terbakar dari 1 juta perangkat bukanlah hal buruk dan masih bisa diklasifikasikan sebagai "World Class Smartphone", namun peristiwa ini mau tidak mau memukul telak pihak perusahaan. Samsung pun buru-buru meminta maaf kepada konsumen yang sudah telanjur membeli dan mengakui adanya masalah pada Galaxy Note 7, khususnya pada baterinya, setelah dilakukan penyelidikan internal.

Meski Samsung mengakui problem baterai tersebut hanya terjadi pada Galaxy Note 7, namun paranoid dunia sudah terjadi di mana-mana. Orang mulai ragu menggunakan ponsel Samsung seri lainnya meski pihak perusahaan telah menghentikan divisi pembuat baterai, yakni Samsung SDI, dan mengalihkannya ke perusahaan China, ATL. Samsung tak lupa berjanji memberikan kompensasi berupa penukaran Galaxy Note 7 dan pengembalian dana.

Seharusnya  pihak Samsung SDI inilah lembaga pertama yang harus diselidiki Samsung corporate, sebab segala kemungkinan bisa terjadi, misalnya dengan menyusupkan intelijen asing untuk merusak produk terbaru Samsung yang siap diluncurkan. Memang spekulasi bermainnya intelijen ini bakal memantik kemarahan pihak Apple atau pengguna iPhone yang cinta mati terhadap gawainya.

Seperti mendapat "the second wind" untuk tidak mengatakan terjadi kongkanglikong antara Apple dengan Federal Aviation Administration (FAA), yakni lembaga regulator penerbangan sipil di Amerika Serikat yang bertanggungjawab sebagai pengatur dan pengawas penerbangan sipili di Amerika Serikat, Samsung Galaxy Note 7 kemudian dilarang digunakan di mana-mana.

Sejumlah perusahaan penerbangan internasional pun melakukan langkah pelarangan yang sama sebagaimana digaungkan FAA, yakni melarang menghidupkan Galaxy Note 7 di pesawat mereka dan dilarang melakukan isi ulang baterai (charge) selama penerbangan di dalam kabin pesawat.

Padahal, sudah lumrah penumpang men-charge baterai ponselnya di dalam pesawat saat penerbangan, ponsel merek apapun termasuk ponsel buatan negara Afrika sekalipun. Garuda Indonesia di sini juga memberlakukan pelarangan serupa bagi pengoperasian Samsung Galaxy Note 7, diikuti perusahaan penerbangan Tanah Air lainnya.

Persaingan lama

Perseteruan dagang antara Samsung dan Apple yang memproduksi iPhone telah berlangsung sejak tahunan lalu. Hampir semuanya menyangkut hak paten yang dilanggar. Apple menganggap Samsung melanggar hak paten yang dimiliki Apple pada beberapa produk ponsel dan tabletnya. Sebaliknya, hal serupa ditudingkan Samsung terhadap Apple yang dianggap menyerobot patennya. Bolak-balik keduanya bertarung di meja pengadilan di beberapa negara, termasuk pengadilan Amerika Serikat dan Korea Selatan.

Selain soal pelanggaran paten, Apple dan Samsung juga terlibat perang konsep. Seringkali Apple menuding Samsung meniru konsepnya, seperti yang terjadi pada Samsung Galaxy 6 yang dianggap meniru desain iPhone 6.

Juga soal strategi penjualan. Apple cenderung irit mengeluarkan produknya. Boleh dibilang setahun sekali. Tetapi sekali keluar peminat bisa antri mengular untuk mendapat produk terbarunya, meski dengan harga yang tidak murah. Berbeda dengan Samsung yang cenderung royal dan sering mengeluarkan produk barunya dengan berbagai varian, dari ponsel "murahan" (low end) sampai yang berkualifikasi high end, sehingga konsumen dihadapkan kepada banyak pilihan sesuai kemampuan koceknya. Bukan rahasia lagi, produk Apple sangat elitis dan mahal.

Persaingan berlanjut ke inovasi. Apple dianggap selalu selangkah lebih maju dibandingkan vendor lain, termasuk Samsung. Sebagai contoh iPhone 6 dengan kamera LED Flash dual-tone, diikuti Samsung yang ngekor menggunakan fitur serupa. Juga bagaimana warna Rose Gold pada iPhone 6s sukses menjadi ciri khas warna smartphone. Tak lupa fitur Force Touch yang inovatif dari Apple mulai menggoda vendor ponsel Android lainnya.

Soal inovasi Samsung juga tidak mau ketinggalam. Ia meraih sukses dengan project zero-nya pada Samsung Galaxy S6 berupa layar tepi yang melengkung indah dan spektakuler, juga fitur Air Gesture yang mencuri perhatian.

Melihat persaingan yang sedemikian sengit antara dua vendor smartphone raksasa, antara negara Amerika Serikat melawan Korea Selatan, tidak salah muncul spekulasi bahwa perang dagang global dilanjutkan ke perang intelijen dalam menghancurkan pesaingnya dengan cara apapun.

Jika Apple kelihatan berjaya karena mendapat sokongan FAA secara tidak langsung, tidak demikian Samsung dalam menghadapi centang-perenang ini. Perusahaan raksasa Korea Selatan yang ulet ini seperti tidak berdaya melawan gempuran pihak lawan yang sukses meluncurkan produk terbarunya berupa iPhone 7 dengan gegap gempita di saat Samsung Galaxy Note 7 justru menderita kerugian luar biasa.

Benar-benar kondisi yang kontras dan "konspiratif", sehingga dengan mudah diraba dan dibaca.

***