Sandiaga Uno Makin Menonjol Karena Sudah Tak Sendirian Lagi

Minggu, 11 September 2016 | 06:09 WIB
0
444
Sandiaga Uno Makin Menonjol Karena Sudah Tak Sendirian Lagi

Politik itu sangat plastis, elastis dan pragmatis. Sifat ini ditunjukkan oleh bakal calon gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno yang diusung Partai Gerindra. Sebagai “Pangeran” yang sulit mendapat pasangan untuk tidak disebut jomblo sekian lama dalam Pilkada Jakarta 2017, Sandiaga langsung sepakat untuk “dikawinkan” secepat mungkin dengan Mardani Ali Sera, kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Perihal apakah pasangannya itu, yakni Mardani, kurang enak dipandang mata, tidak dikenal warga Jakarta secara luas, dan belum diketahui prestasi "menonjol"-nya sebagaimana Sandiaga, itu urusan belakangan. Kesannya, yang penting ada pasangannya saja dulu daripada jomblo terlalu lama. Padahal, Yusril Ihza Mahendra, Haji Lulung, Ahmad Dhani, dan Ratna Sarumpaet jauh lebih dikenal publik dalam pusaran Pilkada Jakarta.

Pilihan Sandiaga terhadap Madani karuan saja membuat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berang. Soalnya, PKB juga berniat memasangkan Sandiaga dengan sosok yang didukungnya, meski bukan kadernya langsung, yaitu Sekretaris Daerah Saefullah serta Deputi Gubernur Bidang Pariwisata dan Kebudayaan SylvianaMurni. PKB langsung mengancam akan menarik dukungan jika Gerindra meminang kader PKS.

"Kami akan mengalihkan dukungan dan akan membuat poros baru," kata Wakil Ketua DPW PKB DKI Jakarta Abdul Azis sebagaimana diberitakan Kompascom, Jumat 9 September 2016 lalu. Menurut Azis, partainya masih memungkinkan untuk membentukkoalisi dengan partai lain Partai demokrat, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai amanat Nasional (PAN). "Tinggal nunggu titik temu saja," ujar Azis lagi.

Beberapa waktu lalu, PKB memang telah mendeklarasikan dukungannya untuk Sandiaga setelah bersama Gerindra melangsungkan fit and proper test terhadap calon wakil Sandiaga. Saat itu Saefullah dan SylvianaMurni masuk ke gelanggang uji kapatutan dan kelayakan, namun belum diumumkan siapa di antara keduanya yang pantas mendampingi Sandiaga.

Namun karena politik itu rupanya berhitung sederhana ala murid sekolah dasar, Sandiaga akhirnya memeluk Mardani Ali Sera sebagai pertanda "jadian"-nya mereka.

Bagaimana soal elektabilitas pasangan ini dibandingkan pasangan lain Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang sudah berpasangan dengan Djarot Saeful Hidayat? Ah, itu urusan nanti. Hari "H" ke pencoblosan masih lama!

Meskipun Sandiaga seorang pengusaha yang terbiasa menghitung langkah secara matematis rumit menggunakan rumus bisnis jelimet, tetapi dalam urusan Pilkada Jakarta Sandiaga menerapkan hitung-hitungan sederhana setingkat sekolah dasar, yakni penjumlah 15 kursi DPRD yang dimiliki Gerindra ditambah 11 kursi DPRD yang dimiliki PKS.

Dengan angka 26 kursi DPRD sebagai hasil penjumlahan, maka cukuplah koalisi dua partai politik ini mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur pada palagan Pilkada 2017. Soalnya, syarat partai politik mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur memiliki minimal cukup 22 kursiDPRD.

Cepat berpalingnya Sandiaga kepada Madani membuat kecewa Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Soalnya partai politik yang didirikan almarhum mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ini lebih awal melakukan PDKT (pendekatan) dan bahkan nyaris jadian.

Namun hanya karena memiliki 6 kursi dan Sandiaga cepat menghitung bahwa 15 kursi ditambah 6 kursi sama dengan 21, maka jumlah ini kurang cukup memenuhi syarat minimal kepemilikan kursi partai politik atau gabungan partai politik. Atas hitungan matematis sederhana ini, tidak salah kalau Sandiaga menjatuhkan pilihan pada Madani.

Ancaman Abdul Aziz yang akan membuat "Poros Baru" untuk pasangan calon gubernur dan wakilnya menarik untuk disimak, sebab sangat memungkinkan menjadi kenyataan. Ancaman ini setidak-tidaknya menghidupan harapan Yusril Ihza Mahendra bangkit kembali dari "kesendriannya" selama ini lantaran tidak ada partai politik yang meliriknya.

Taruhlah Partai Demokrat (PD) yang memiliki 10 kursi DPRD belum melirik pasangan Ahok-Djarot, maka masih tersisa PKB (6), PPP (10), dan PAN (2), yang kalau semuanya dijumlahkan menjadi 28 kursi, jumlah yang lebih dari cukup untuk mengusung bakal calon. Tetapi celaka 13 kalau PD ogah bergabung, maka jumlah kursi PPP, PAN, PKB yang hanya 18 kurang cukup untuk mengusung bakal calon.

Sekadar mengingatkan kembali, inilah jumlah kepemilikan kursi DPRD DKI Jakarta oleh partai politik;

 

 

  • Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan perolehan sebanyak 28 kursi

 

 

  • Partai Gerindra dengan perolehan sebanyak 15 kursi

 

 

  • Partai Keadilan Sejahtera dengan perolehan sebanyak 11 kursi

 

 

  • Partai Persatuan Pembangunan dengan perolehan sebanyak 10 kursi

 

 

  • Partai Demokrat dengan perolehan sebanyak 10 kursi

 

 

  • Partai Hati Nurani Rakyat dengan perolehan sebanyak 10 kursi

 

 

  • Partai Golongan Karya dengan perolehan sebanyak 9 kursi

 

 

  • Partai Kebangkitan Bangsa dengan perolehan sebanyak 6 kursi

 

 

  • Partai Nasional Demokrat dengan perolehan sebanyak 5 kursi

 

 

  • Partai Amanat Nasional dengan perolehan sebanyak 2 kursi

 

 

***