Penulis fiksi fantasi Amerika Serikat, Ray Bradbury (1920-2012) pernah melontarkan pernyataan yang menohok para guru. Menurut dia, tidak ada sekolah, akademi, atau universitas khusus untuk menulis. "Kamu tak bisa belajar menulis di sekolah," katanya.
Ray Bradbury menjelaskan, sekolah merupakan tempat yang buruk bagi penulis. Alasannya, para guru cenderung akan merasa lebih banyak tahu dibanding murid-muridnya. "Padahal sebenarnya mereka (guru) tidak lebih banyak tahu dibanding kamu," kata Bradbury. "Mereka tahunya teori menulis, bukan menulis."
Saya pribadi tidak sepenuhnya membenarkan pernyataan Bradbury, sebab bisa saja sang guru atau para guru menulis itu justru sudah jadi penulis dan mereka mengajar menulis dalam rangka berbagi ilmu serta pengalaman praktis menulis.
Yang dimaksud Bradbury boleh jadi guru yang sok tahu menulis tetapi karena satu dan lain hal "sok tahu" mengajarkan ilmu menulis dari apa yang mereka dapatkan di buku-buku teori tentang bagaimana menulis yang baik dan benar. Di sinilah perlunya kepakaran dalam menularkan ilmu, termasuk ilmu menulis.
Saya ambil contoh di "kawah candradimuka" pendidikan khusus bagi wartawan Harian Kompas yang jenjang pelatihannya berlangsung selama kurang lebih satu tahun. Yang mengajari mereka (calon wartawan Harian Kompas) menulis berita adalah para guru yang tidak lain wartawan senior yang sudah banyak makan asam-garam menulis berita.
Demikian juga tatkala mereka harus belajar bahasa Inggris dan bahasa Indonesia (wajib), guru yang didatangkan untuk keperluan itu adalah guru yang menguasai bidangnya.
Belajar kepada pakar yang menguasai praktik menulis bagi saya jauh lebih baik dan efektif daripada belajar kepada guru yang sekadar tahu teori menulis. Tidak ada salahnya universitas menghadirkan Andrea Hirata atau Ahmad Fuadi untuk berbagi ilmu menulis novel biografis yang benar, mengalir serta memikat pembaca.
Tidak keliru pula perguruan tinggi menghadirkan Goenawan Mohamaduntuk belajar menulis essay yang bernas. Bahkan, sekolah jangan ragu mengundang Raditya Dika untuk belajar menulis pengalaman ngocol yang bikin pembaca terpingkal-pingkal. Mengapa tidak?
Dalam kaitan inilah saya tidak sepenuhnya setuju dengan pendapat Ray Bradbury. Bagi saya, belajar menulis bisa di mana saja (tidak harus sekolah resmi) dan dari siapa saja. "Siapa saja" di sini lebih ditekankan mereka yang punya pengalaman menulis dari sekadar tahu ilmu teori menulis. Selebihnya, praktik menulis lakukan sendiri saja.
Dalam bahasa saya, "Belajarlah menulis kepada para penulis, bukan kepada guru yang hanya tahu teori menulis. Untuk bisa menulis, kuncinya tidak lain latihan, latihan, dan latihan menulis setiap ada kesempatan."
**
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews