Tidak puas dengan kinerja artis yang menjadi anggota DPR sekarang, bukan semata-mata salah si artis, tetapi boleh jadi salah pemilih maupun partai yang mengusungnya. Tetapi, melarang artis mencalonkan diri sebagai anggota lagislatif alias "nyaleg", itu melanggar hak azasi manusia. Hukum atau aturan tidak boleh diskriminatif terhadap warga negara. Artis juga manusia.
Melarang artis nyaleg sempat menjadi perdebatan dalam penyusunan Rancangan Undang-undang (RUU) Penyelenggara Pemilu yang kini sedang digodok pemerintah. Meski baru sebatas opsi-opsi dan bahkan opini salah seorang anggota tim penyusun RUU tersebut, toh isu sensitif ini bocor juga. Aromanya semerbak ke amana-mana, memenuhi ruang diskusi politik Tanah Air.
Tidak ada yang mendebat bahwa artis adalah manusia dan warga negara juga sehingga pembatasan hak menjadi anggota Dewan sangat diskriminatif dan mencederai hak azasi manusia itu sendiri. Harus dicari jawabannya; apa hal yang mendasari pelarangan itu. Jika aturan ini sampai lolos, maka terbuka peluang pengkotak-kotakan manusia berdasarkan profesinya, bukan lagi penggolongan atas suku, agama, dan jenis kelaminnnya.
Kalau pembatasan artis terjadi, lama-lama atlet terkenal seperti Lim Swie King, presenter terkenal seperti Andi Noya, ustad ternama seperti Aa Gym dan Yusuf Mansyur, dan motivator terkenal seperti Mario Teguh, wartawan terkenal seperti Goenawan Mohamad, kena larangan juga untuk "nyaleg".
Mekanisme kewenangan dalam memilih kader sebagai calon legislatif seharusnya memang diserahkan kepada partai-partai politik yang telah memiliki sistem rekrutmen sendiri-sendiri, sehingga keberadaan artis sebagai caleg menjadi tanggung jawab partai itu sendiri. Juga jangan pernah iri, artis, khususnya artis peran dan nyanyi, memang dikodratkan untuk terkenal selain Presiden, sehingga dengan mudah mereka dapat meraih simpati rakyat. Mereka menguasai panggung terbuka, layar kaca, layar gawai, dan kertas koran. Bahkan tidak jarang, artis lebih terkenal dari para ketua umum partai itu sendiri.
Seperti diberitakan, RUU Penyelenggaraan Pemilu saat ini sedang dirancang oleh pemerintah. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mencegah partai politik merekrut 'kutu loncat' atau 'kader karbitan' sebagai calon legislator, baik di daerah atau pusat. Artis atau tokoh terkenal lainnya yang bukan kader partai bisa dimasukkan sebagai 'kutu loncat' atau 'kader karbitan' dimaksud.
Bukan tanpa alasan upaya pencegahan ini dilakukan sebab berlandaskan pengalaman empiris, banyak calon legislator yang bukan betul-betul berasal dari parpol. Celakanya, saat direkrut sebagai caleg, beberapa di antaranya lolos dan jadi legislator. Tetapi Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tegas mengatakan, aturan itu baru sebatas opsi, bukan untuk disetujui begitu saja.
Memang akibat paling mengerikan atas terpilihnya artis menjadi anggota legislatif bisa ditebak, yakni setelah terpilih si legislator itu tidak dapat menjalanan tugasnya dengan baik, bahkan lebih banyak mengurusi bisnis pribadi dan kecantikannya.
DPR bukan lagi arena memperjuangkan rakyat, tetapi digunakan sebagai teater atau panggung terbuka untuk menunjukkan eksistensinya. Atau sebaliknya, DPR membuatnya lebih terkenal untuk kemudian "nyambi" jadi presenter televisi, jadi juri sana-sini.
Ketua DPR RI Ade Komaruddin juga mengungkapkan ketidaksetujuan jika artis dilarang menjadi calon legislatif karena hal itu dianggapnya sebagai diskriminasi. Meski hampir terlempar sebagai anggota Dewan karena nyaris dipecundangi artis Nurul Arifin, toh Ade lolos dan bahkan menjadi Ketua DPR menggantikan Setya "Papa Minta Saham" Novanto yang mengundurkan diri.
Membuat peraturan itu tidak boleh diskriminatif, kata Ade, "Artis pun punya hak yang sama seperti yang lain." Tidak ada yang bisa menebak, apakah saat memberi pernyataan itu Ade teringat Nurul Arifin, artis yang nyaris mengalahkannya, atau teringat istrinya di rumah.
Sebagai informasi, berikut 15 artis yang menjadi anggota DPR saat ini;
1. Okky Asokawati, PPP.
2. Tantowi Yahya, Partai Golkar
3. Junico BP Siahaan atau Nico Siahaan, PDIP
4. Rachel Maryam Sayidina, Partai Gerindra
5. Dede Yusuf Macan Effendi, Partai Demokrat
6. Desi Ratna Sari, PAN
7. Primus Yustisio, PAN
8. Krisna Mukti, PKB
9. Rieke Diah Pitaloka, PDIP
10. Jamal Mirdad, Partai Gerindra
11. Anang Hermansyah, PAN
12. Moreno Suprapto, Partai Gerindra
13. Venna Melinda, Partai Demokrat
14. Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio, PAN
15. Lucky Hakim, PAN
**
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews