Mau Jadi Gubernur, Ahok Harus Sering Ngajak Ngopi 3 Parpol Ini

Jumat, 5 Agustus 2016 | 23:12 WIB
0
196
Mau Jadi Gubernur, Ahok Harus Sering Ngajak Ngopi 3 Parpol Ini

Meski sudah mengantungi tiga dukungan partai politik, bukan berarti Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bisa duduk tenang dan berpangku tangan. Satu saja dari tiga partai politik itu menyatakan menarik dukungan, tamatlah peluang Ahok menjadi bakal calon gubernur petahana untuk kursi DKI-1.

Untuk menghindari kemungkinan terburuk ini, Ahok harus sering-sering mengajak ngopi tiga partai pendukungnya. Tidak lain untuk mengeratkan persahabatan, mengencangkan ikatan tali silaturahmi, dan meningkatkan saling pengertian. Meski ada bahaya kopi bersianida, ngopi dianggap lebih tepat sebagai ajang "kopdar" (kopi darat) daripada ngebir atau ngewine, karena kafe-kafe umumnya menyediakan kopi.

 

Kemungkinan parpol pendukung menarik dukungannya selalu ada mengingat politik adalah "the art of possibilites", di mana berbagai kemungkinan bisa terjadi. Apalagi, pendaftaran pasangan calon dari parpol baru akan dibuka pada 19-21 September mendatang. Jangankan rentang waktu 7 pekan ke depan hingga batas waktu penutupan pendaftaran calon parpol, bahkan 7 detik terakhir pun konstelasi bisa berubah.

Ahok tidak boleh lengah dengan mempercayakan dukungan sepenuhnya kepada hanya tiga partai yang sudah menyatakan bergandeng tangan, yakni Nasdem, Hanura, dan Golkar.

Lebih baik Gubernur DKI yang menggantikan Jokowi ini membuka persahabatan dengan partai lain yang masih "jomblo" di luar PDIP dan Gerindra. Lagipula, yang harus Ahok ingat, "trio kwek-kwek" partai yang mendukungnya itu berasal dari "genus" yang sama, yakni Golkar, partai politik bangkotan yang dikenal licin, pintar, dan kaya pengalaman.

Melirik kembali dan melambaikan tangan kepada TemanAhok untuk meminta pertolongan, sudah tidak memungkinkan lagi, apalagi saat ini sedang dibuka pendaftaran calon independen. Praktis, nasib Ahok sangat bergantung kepada kebaikan tiga partai pengusungnya itu.

Dengan demikian, posisi tawar Ahok pun menjadi sangat lemah, setidak-tidaknya dalam 7 pekan ke depan hingga 19-21 September 2016. Sebaliknya, ketiga partai pendukung berada dalam posisi tawar yang tinggi sehingga kemungkinan meminta atau menentukan ini-itu bisa terjadi.

Apalagi di kalangan politisi salah satu partai pendukung, yaitu Golkar, terdengar selentingan bahwa keputusan mendukung Ahok baru terucap dari segelintir pentolan parpol dalam hal ini Setya Novanto, bukan keputusan partai. "Politik itu cair, jadi jangan dianggap sebagai sebuah keputusan final," kata seorang politisi Golkar yang mantan menteri sekaligus mantan gubernur.

Selain mengajak ngopi tiga partai pendukung, tidak ada salahnya kalau Ahok juga mendekati partai besar yang punya pengaruh seperti PDIP. Ini penting untuk mengamankan posisinya. Memang belum ada sinyal dukungan, yang ada malah kemarahan partai berlambang banteng nyeruduk itu atas prilaku atau manuver Ahok yang dinilainya "lancang" dan "kebangetan".

Tetapi percayalah apa kata Rudi, dalam politik ini cuma marah-marahan alias pura-pura marah. Kalaupun betulan marah atau marah beneran, tatkala Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memberikan sinyal dukungan ke Ahok, misalnya, kemarahan itu akan menguap dengan sendirinya.

***