Kepergian

Kamis, 4 Agustus 2016 | 22:06 WIB
0
402
Kepergian
Macan tutul (Foto: Tribunnews.com)

Cerpen: Pepih Nugraha

Seumur-umur warga kampung kami tidak pernah menyaksikan macan tutul. Pun kami tidak pernah melihat ujud orangutan. Kucing besar dan kera raksasa itu hanya sebatas legenda, hanya kami kenal dalam cerita. Namanya legenda, keduanya tidak pernah berujud jadi nyata.

Tetapi petang itu kami harus menghapus legenda yang hidup dalam pikiran kampung kami, bahwa macan tutul dan orangutan di kampung kami bukanlah legenda atau isapan jempol belaka, keduanya benar-benar ada. Petang itu kami dikejutkan hadirnya dua binatang beda jenis maupun golongan, yang kami perkirakan tidak akan pernah menyatu selamanya.

Kami menemukan macan tutul yang sudah tidak bernyawa di pemakaman warga dengan luka menganga di lehernya. Tubuhnya sudah kaku, tetapi belum berbau. Artinya, macan tutul itu belum lama mati. Lebih mengejutkan lagi saat kami tahu bahwa macan seukuran domba dewasa itu digeletakkan di pemakaman warga oleh seekor orangutan besar.

Mula-mula kedua makhluk itu ditemukan Darsam, pekebun kopi, saat ia hendak pulang. Darsam terkejut, panik, lari, kemudian berteriak menggegerkan seisi kampung yang siap-siap pergi ke surau untuk solat magrib saat melihat seekor monyet besar menggendong macan tutul dan menggeletakkannya di pemakaman umum. Benar-benar seperti dalam cerita.

"Tolooooong.... ada macan, ada orangutan...!!" teriak Darsam.

"Darsam kamu sudah tidak waras rupanya! Mana ada macan dan orangutan di kampung sini?"

"Sumpah aku melihatnya, Ki Lurah!"

"Barangkali karena penglihatanmu saja yang sudah rabun?"

"Berani mati, aku melihatnya!"

"Dimana kau melihatnya?"

"Di pemakamam!"

Apa yang dikatakan Darsam ternyata benar.

Seekor macan tutul terbujur kaku di tepi pemakaman warga. Orangutan itu tampak kelelahan setelah menggendong bangkai macan tutul itu dari arah hutan. Saat nafasnya masih terengah-engah, orangutan itu berlari kembali menuju hutan, menghindar, lalu menghilang di kegelapan meninggalkan tanya di kerumunan orang-orang: apakah ini peristiwa nyata atau ilusi semata?

Seluruh warga kampung mengedip-edipkan mata, di antara mereka ada yang mencubit pipi sendiri, meyakinkan diri bahwa ini bukan mimpi.

"Apa yang harus kita lakukan, Ki Lurah?" tanya warga.

"Apakah ini sasmita buruk bagi kampung kita?" tanya warga lainnya.

"Jangan-jangan kampung kita kena kutukan!" gemuruh sejumlah warga.

"Benar-benar aneh, dimana ada cerita orangutan dan macan bersababat!?"

"Gali tanah! Kubur segera bangkai macan itu?" perintah Ki Lurah kemudian.

Satu hal yang tidak pernah diketahui orang-orang penghuni kampung itu peristiwa 15 tahun silam di sebuah hutan belantara....

Seekor macan tutul betina baru saja menangkap induk orangutan dan menyeretnya ke atas pohon. Cara ini dilakukan untuk mengindari kawanan hyena atau singa yang selalu mencuri hasil buruan hewan lainnya. Namun tatkala ia merobek perut orangutan itu dengan taringnya yang tajam, seekor bayi orangutan muncul dan mulai merangkak.

Naluri keibuan macan tutul itu lebih bicara ketimbang hasrat melahap induk orangutan secepatnya. Semula bayi orangutan itu ia sentuh dengan telapak kaki depannya yang berkuku tajam, seperti meyakinkan dirinya bahwa bayi yang di depannya itu tidak berdaya. Hati-hati sekali, khawatir melukai bayi orangutan yang masih merah itu. Sementara, si bayi orangutan mulai merengek-rengek mencari susu ibunya.

Macan tutul itu kemudian meletakkan bayi orangutan di sebuah lubang di percabangan dahan, sementara itu dia beranjak untuk melahap induk orangutan yang tadi berhasil dibunuhnya.

Usai melahap induk orangutan, ia tidak tergiur melahap bayi yang merangkak mencari induknya. Macan itu menangkap leher bayi orangutan dengan geliginya dan mulai mengamankannya, mencarikannya makan, apa saja yang berhasil dia santap kecuali daging induk orangutan itu.

Hari pun berganti....

Tidak pernah ada yang tahu, telah terjadi perkawanan yang erat antara macan tutul dan bayi orangutan yang kemudian tumbuh menjadi orangutan dewasa. Kemana orangutan pergi, macan tutul melindungi. Tidak seperti orangutan lainnya pandai berayun-ayun di akar gantung, orangutan yang satu ini mahir berburu dengan keberanian seperti halnya seekor macan.

Orangutan ini telah menjadi anak asuh bagi induk macan tutul yang bahkan menampik kawin dengan macan tutul jantan lainnya. Hari-harinya ia habiskan bersama orangutan anak asuhnya, seakan-akan ia ingin membalas rasa bersalah karena telah membunuh ibunya.

Sampai pada suatu hari orangutan anak asuh itu mendapati ibunya sudah dalam keadaan sekarat. Ada luka menganga di leher bagian bawah, darah meleleh perlahan membuatnya semakin lemas. Rupanya sekawanan macan tutul jantan marah karena setelah bersaing dengan sesama jantan memperebutkan betina, singa betina yang satu ini menampik kawin. Ia lebih memilih mati diterkam singa tutul jantan daripada harus meladeni hasrat biologis para macan tutul jantan.

Pembunuhan di hutan rimba itu itu tak terhindarkan!

Orangutan yang telah tumbuh dewasa itu hanya bisa meratapi induknya yang sekarat. Dengan kekuatannya yang dahsyat, orangutan itu mengendong induk semangnya dan mulai berjalan menuju perkampungan. Nalurinya mengatakan, hanya manusialah yang bisa menolong dan menyelamatkan nyawa induk angkatnya itu.

Nasib bicara lain, tatkala orangutan sudah hampir mencapai perkampungan, macan tutul mati. Lantas si anak angkat pun membawa induknya ke pemakaman umum.....

Kini warga perkampungan itu sudah selesai menguburkan bangkai macan tutul dengan menyisakan tanya tak terjawab di benak masing-masing. Tidak ada yang tahu, ternyata orangutan itu tidak sepenuhnya berlari ke hutan. Ia hanya bersembunyi di balik semak-semak.

Saat orang-orang sudah pulang, ia berbalik arah menuju pemakaman umum itu saat hari sudah mulai gelap. Di tengah malam yang mencekam dan gerimis baru saja turun, sesayup sampai seisi kampung mendengar jerit orangutan yang meraung-raung dari arah pemakaman.

Tak seorangpun warga berani keluar rumah untuk melihat apa yang terjadi. Pikiran mereka masih dihantui peristiwa aneh yang terjadi sore tadi.

Pagi harinya, sejumlah warga menemukan seekor orangutan duduk mencangklong di atas gundukan tanah merah di mana macan tutul ditanam. Ia tidak mau beranjak kendati warga berupaya mengusirnya.

Pada kelopak mata orangutan itu, warga masih sempat menyaksikan lelehan air mata di sana.

***