Perlawanan "Is-Is" Yang Mengancam Ahok

Selasa, 2 Agustus 2016 | 00:00 WIB
0
133
Perlawanan "Is-Is" Yang Mengancam Ahok

Bukan serangan penyakit kronis, bangkitnya komunis, atau peristiwa dramatis yang bisa menumbangkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok selaku Gubernur DKI, melainkan gerakan "Is" sebagai kelompok-kelompok pendukung Tri Rismaharini yang lahir untuk melawan gubernur petahana pada Pilkada 2017 mendatang.

Seperti banyak diberitakan media massa dan media sosial, di berbagai sudut kota Jakarta kini muncul kelompok-kelompok "perlawanan" terhadap Ahok dengan mengusung nama walikota Surabaya itu. Warga Pademangan Jakarta Utara, mendeklarasikan diri sebagai Pasukan Risma (Paris). Di Jakarta Timur ada Persatuan Rakyat untuk Risma (Praktis).

Pembentukan Paris dan Praktis sudah jelas, yakni kelompok warga yang tidak menghendaki Ahok menjabat Gubernur DKI lagi untuk periode berikutnya. Bahkan pendeklarasian berdirinya Paris dilakukan secara epic, yakni di bawah kolong jalan tol.

Selain Paris dan Praktis, ada lagi kelompok relawan pendukung Risma lainnya, antara lain Tanah Merah Bersama Risma (Tamaris), Aliansi Masyarakat untuk Risma (Amaris), Laskar Risma (Laris), Barisan Risma (Baris), Gerakan Masyarakat untuk Risma (Gamis), dan Anak Rawabunga Cinta Risma (Artis). Semuanya berakhir dengan "Is", tapi bukan tragis.

Para relawan ini meminta PDIP sebagai pemilik 28 kursi DPRD DKI dan karenanya bisa otomatis mengusung calon gubernur untuk "menghijrahkan" Risma dari Surabaya ke kota Jakarta. Mereka ingin Risma yang identik dengan "sapulidi" sebagai simbol rakyat pekerja keras, berhadapan langsung dengan Ahok. "Head to head".

Sampai berita ini diturunkan, PDIP masih galau dalam menentukan pilihannya, padahal partai berketua umum Megawati Soekarnoputri ini tidak harus berkoalisi dengan partai lain untuk mengusung bakal calon gubernurnya.

Pilihan pragmatisnya memang hanya bertumpu pada dua nama; Ahok dan Risma dengan perimbangan 50:50 alias fifty-fifty.

Memilih Ahok meski di hati mau, tetapi kemaluan (baca rasa malu) jauh lebih besar karena Ahok sudah terlebih dahulu didorong tiga partai; Nasdem, Hanura, dan Golkar. Mendorong Risma meski yang bersangkutan berkali-kali menyatakan ogah ke Jakarta, bisa saja dengan cara penugasan partai yang tidak mungkin ditolak, sebagaimana PDIP menugaskan Jokowi untuk Capres.

PDIP berkoalisi dengan Gerindra, tipis kemungkinan karena partai berketua umum Prabowo Subianto ini sudah mendorong Sandiaga Uno ke atas ring, meski Sandiaga sendiri rela jadi bakal calon wakil gubernur saja kalau PDIP yang punya bakal calon gubernurnya.

Namun dengan pertimbangan bisa langsung mengusung calon dan melihat antusias para relawan Risma yang membentuk kelompok "Is", "Is", dan "Is", tidak tertutup kemungkinan PDIP memaksa Risma hijrah ke Jakarta.

Dan jika kemungkinan ini terjadi, Ahok layak ketar-ketir. Tidak ada isu "katrok" atau "ndeso" yang akan dilancarkan, wong Ahok dan Risma juga sama-sama "katrok" dan "ndeso" karena berasal dari kampung nun jauh di sana, di luar Jakarta sana.

Yang terjadi adalah perang program dan keterampilan berkarya. Namun isu "gender" dan "agama" terkait fiqih perempuan sebagai pempimpun juga bakal ramai dibicarakan.

***