Perjuangan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mendirikan kekhalifahan meredup setelah kota-kota yang pernah dikuasainya di Irak dan Suriah satu persatu direbut kekuatan baru yang lebih besar, yakni kelompok Jabhat al-Nusra.
Atas jayanya kekuatan baru yang lebih besar itu, belum diketahui sikap para simpatisan dan pendukung ISIS di Indonesia. Akankah mereka mengalihkan dukungan kepada Jabhat al-Nusra yang akan mendirikan negara baru di saat ISIS terusir dari kota-kota yang pernah didudukinya atau masih tetap setia mendukung perjuangan ISIS.
Bukan isapan jempol kalau pendukung ISIS di Indonesia itu nyata adanya. Dalam sebuah aksi di Bunderan Hotel Indonesia beberapa waktu lalu, beberapa orang secara demonstratif mengibarkan bendera ISIS berwarna hitam dengan tulisan Arab di tubuh bendera.
Semasa menjabat Kepala BNPT, Tito Karnavian yang sekarang menjabat Kapolri, pernah memetakan jaringan ISIS di Indonesia. Penangkapan sejumlah warga mulai dari Surabaya sampai Parigi Moutong di Sulawesi Tengah, juga terkait ISIS. Anggota organisasai ini juga terlibat sejumlah pengeboman dan bom bunuh diri. Polri juga menengarai adanya pendakwah ISIS yang menghasut serta menyebarkan paham radikalisme di sejumlah tempat.
Kini setelah kota-kota yang semula dikuasai ISIS diduduki kekuatan baru yang lebih besar itu, Jabhat al-Nusra hadir dengan sebuah rencana besar, yakni mendirikan negara baru berbasis kekhalifahan dan menyatakan memisahkan diri dari organisasi Al-Qaeda yang dipimpin Ayman az-Zawahiri.
Perjuangan Jabhat al-Nusra "idem dito" dengan ISIS, yakni mendirikan sebuah negara baru yang juga berbasis kekhalifahan.
Terdesak dari Fallujah yang sempat didudukinya, ISIS menebar teror di luar medan pertempuran seperti di Nice, Perancis dan terakhir teror Munich, Jerman. Tidak tertutup kemungkinan teror ISIS yang dikomandoi "khalifah" Abu Bakar al-Bhagdadi dilakukan pula di Indonesia mengingat simpatisan, pendukung, dan bahkan anggotanya masih ada di negeri Pancasila ini.
Jabhat al-Nusra yang bermakna "Front Pendukung untuk Warga Levant" merupakan kelompok milisi cabang Al-Qaeda yang bertempur di Suriah melawan Presiden Bashar Assad. Kelompok milisi yang didirikan Abu Muhammad al-Jaulani ini dibentuk pada 23 Januari 2012 saat perang saudara pecah di Suriah.
Awalnya Jabhat al-Nusra berjuang bersama Islamic State of Iraq (ISI) pimpinan al-Baghdadi sebelum namanya kemudian berubah menjadi ISIS. Namun Jabhat al-Nusra menolak bergabung dengan ISI dan memilih untuk menginduk ke kelompok al-Qaeda pimpinan az-Zawahiri, meski pada akhirnya bercerai juga dari Al-Qaeda.
Di Irak dan Suriah, pertempuran antara dua kelompok inipun berkobar sengit dengan tersingkirnya ISIS dan kemenangan terakhir untuk Jabhat al-Nusra.
Dengan konstelasi baru organisasi teroris yang pecah menjadi tiga bagian, besar kemungkinan mengubah peta perjuangan masing-masing. Tidak ada cara lain, aparat keamanan Indonesia wajib menyikapinya dengan tanggap dan tidak boleh lengah.
Pasalnya, mau tidak mau jumlah kelompok teroris menjadi bertambah selain ISIS dan al-Qaeda, yakni dengan berkibarnya Jabhat al-Nusra. Melihat pola organisasi yang pernah bergabung ke Al-Qaeda, perjuangannya tidak akan jauh beda dengan ISIS dan al-Qaeda itu sendiri, yakni menebar teror di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Memang perlu waktu bagi aparat keamanan di Indonesia untuk mencap apakah Jabhat al-Nusra akan kembali dimasukkan sebagai kelompok teroris sebagaimana diterakan kepada ISIS dan Al-Qaeda atau kelompok milisi yang tidak berbahaya. Namun tidak ada salahnya kewaspadaan yang ekstra dilakukan dari sekarang juga.
Aparat keamanan dan warga masyarakat harus mewaspadai munculnya simbol-simbol "baru" terkait organisasi Jabhat al-Nusra ini, semisal pengibaran bendera organisasi yang mirip bendera Arab Saudi hanya berwarna hitam.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews